Monday, November 1, 2010

Esok kan Masih Ada

Si bulat panas sudah sedikit mencondongkan badannya ke arah barat. Namun titah dari atas memaksaku bergerak, menelanjangi ruang persegi ini beserta seluruh harta di dalamnya. Tangan-tangan kejam pun memulai aksinya, memberi label 'sampah' atas semua properti yang tak jelas. Lalu melemparnya ke dalam kotak gelap yang pantas. Tidak peduli jerit dan amarah para pemiliknya. "Simpan dan jagalah jika itu penting bagi kalian!", alibi kami. Hanya sedikit kantong-kecil-jahat-yang-katanya-merusak-bumi-ini saja yang kami simpan. Karena walaupun sebagian orang menyebut mereka jahat, aku masih menganggap mereka kantong-kecil-praktis-serba-guna. Teknologi.

Setelah itu kami mulai memilah kumpulan-kumpulan kertas yang bersepuhkan pengetahuan di atasnya. Harta dunia, aku menyebutnya. Buku. Salah satu benda favoritku di atas muka bumi ini. Kami mulai mendiskriminasikan mana harta yang asli dan tiruan. "Sembunyikan semua tiruan itu!", titah itu yang sedang kami jalankan. Semua demi penilaian yang lebih baik. Dan segenggam harga diri, mungkin. Munafik. Apa gunanya terlihat sehat dari luar sedangkan busuk menggerogoti bagian dalammu? Perbanyak usahamu jika ingin dinilai lebih oleh orang, jangan hanya sembunyikan kekuranganmu. Tiruan-tiruan itu pun menghilang satu demi satu, memasuki rumah-kotak baru mereka yang sementara.

Aliran pasir waktu pun mulai berjatuhan tanpa kami sadari. Aku hanya merasakan udara atasku semakin memanas, mungkin akibat metabolisme tubuh yang meningkat. "Sedikit lagi selesai", aku mencoba menghibur hati kecilku. Ah, waktu yang tersisa takkan cukup untuk membereskan masalah yang pelik ini sekaligus. Masih ada hari esok. Kami berargumen, sedikit lari dari kenyataan. Kapan kamu mau bangun, hai tubuh? Kapan kamu mau mulai berpikir jernih, hai akal? Hari esok tidak selalu kan datang, wahai kawan. Imanilah itu!



3 comments: